Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
1. DIUTUSNYA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa diutusnya beliau merupakan pertanda dekatnya Kiamat, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dijuluki dengan Nabiyyus Saa’ah.
Dijelaskan dalam hadits dari Sahl Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ فَيَمُدُّ هُمَا.
‘Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya.’” [1]
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ.
‘Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.’”
Anas Radhiyallahu anhu berkata, “Dan beliau menggabungkan jari telunjuknya dengan jari tengah.” [2]
Dan diriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Jubairah secara marfu’:
بُعِثْتُ فيِ نَسْمِ [3] السَّاعَةِ.
“Aku diutus pada awal hembusan angin Kiamat (awal tanda-tanda Kiamat).” [4]
Jadi tanda Kiamat yang pertama kali adalah diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah Nabi terakhir, tidak ada Nabi lain setelahnya, yang ada hanya Kiamat sebagaimana jari telunjuk dan jari tengah, di antara keduanya tidak ada lagi jari lain atau panjang salah satunya melebihi yang lain [5], hal ini sebagaimana diriwayatkan at-Tirmidzi:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَأَشَارَ أَبُو دَاوُدَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، فَمَا فَضَّلَ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى.
“Jarak antara diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Abu Dawud memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Dia tidak melebihkan panjang salah satunya (kecuali hanya sedikit saja).” [6]
Dan di dalam riwayat Muslim: Syu’bah berkata, “Aku mendengar Qatadah berkata di dalam kisah-kisahnya, ‘Bagaikan kelebihan panjang salah satunya atas yang lain.’ Aku tidak tahu apakah beliau menyebutkannya dari Anas atau Qatadah yang mengatakannya.” [7]
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Tanda Kiamat yang pertama adalah diutusnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliau adalah Nabi akhir zaman dan beliau telah diutus sementara tidak ada lagi Nabi di antara beliau dan hari Kiamat.” [8]
Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi...” [Al-Ahzaab: 40]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari kitab ar-Riqaaq bab Qaulin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallam Bu’itstu was Saa’atu ka Haataini dari Sahl Radhiyallahu anhu (XI/347, al-Fat-h).
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/ 89-90, Syarah an-Nawawi).
[3]. (نَسْمُ السَّاعَةِ), Ibnul Atsir berkata, “Kata tersebut diambil dari kata (النَّسِيْمُ) yang berarti hembusan angin pertama kali yang lembut. Jadi maknanya adalah aku diutus di awal tanda-tanda Kiamat yang kecil, ada juga yang mengatakan kata tersebut merupakan bentuk jamak dari (نَسَمَةٌ) yang maknanya adalah aku diutus pada makhluk-makhluk yang diciptakan Allah menjelang terjadinya Kiamat,” seakan-akan beliau bersabda, “Di akhir penciptaan cucu Adam.” (An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (V/49-50)).
[4]. HR. Ad-Daulabi di dalam al-Kunaa (I/23), dan Ibnu Mandah dalam al-Ma’rifah (II/234/2).
Syaikh al-Albani mengatakan, “Shahih.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Kunaa -sebagaimana diungkap dalam al-Fat-hul Kabiir- dan beliau tidak menghubungkannya kepada yang lain.
Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (III/8, no. 2829) dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/468, no. 808).
[5]. Lihat at-Tadzkirah (hal. 625-626), Fat-hul Baari (XI/349), dan Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (VI/460).
[6]. Jaami’ at-Tirmidzi, bab Maa Jaa-a fii Qaulin Nabiyyi J Bu’itstu Ana was Saa’ah ka Haataini (VI/459-460), dan beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[7]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/ 89, Syarh an-Nawawi).
[8]. At-Tadzkirah fii Ahwaalil Mautaa’ wa Umuuril Aakhirah (hal. 626).