Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
17. MERAJALELANYA AL-MA'AZIF [1] (ALAT-ALAT MUSIK) DAN MENGHALALKANNYA
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ فِـي آخِرِ الزَّمَانِ خَسْفٌ وَقَذْفٌ وَمَسْخٌ قِيْلَ: وَمَتَى ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَازِفُ وَالْقَيْنَاتُ.
“Di akhir zaman nanti akan ada (peristiwa) di mana orang-orang ditenggelamkan (ke dalam bumi), dilempari batu dan dirubah rupanya.” Beliau ditanya, “Kapankah hal itu terjadi wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Ketika alat-alat musik dan para penyanyi telah merajalela.” [2]
Tanda-tanda Kiamat ini telah banyak bermunculan pada zaman-zaman sebelumnya, dan sekarang lebih banyak lagi. Alat-alat musik telah muncul di zaman ini dan menyebar dengan penyebaran yang sangat luas serta banyak para biduan dan biduanita. Merekalah yang diisyaratkan dalam hadits ini dengan ungkapan “الْقَيْنَـاتُ (para penyanyi).”
Lebih dahsyat lagi adalah penghalalan alat-alat musik yang dilakukan oleh sebagian manusia. Telah datang ancaman bagi orang yang melakukan hal itu dengan dirubah rupanya, dilempari batu dan ditenggelamkan ke dalam bumi, sebagaimana dijelaskan dalam hadits terdahulu. Telah tetap dalam Shahiih al-Bukhari rahimahullah, beliau berkata, Hisyam bin ‘Ammar berkata, Shadaqah bin Khalid meriwayatkan kepada kami (kemudian beliau membawakan sanad yang sampai kepada Abu Malik al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, bahwasanya beliau mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ يَعْنِي -الْفَقِيرَ- لِحَاجَةٍ فَيَقُولُونَ: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا، فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِيْـنَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
“Akan datang pada umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina sutra, khamr (minuman keras) dan alat musik, dan sungguh akan menetap beberapa kaum di sisi gunung, di mana (para pengembala) akan datang kepada mereka dengan membawa gembalaannya, datang kepada mereka -yakni si fakir- untuk sebuah keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah menghancurkan mereka pada malam hari, menghancurkan gunung dan merubah sebagian mereka menjadi kera dan babi sampai hari Kiamat.” [3]
Ibnu Hazm rahimahullah [4] menyangka bahwa hadits ini Munqathi, tidak bersambung (sanadnya) antara al-Bukhari dan Shadaqah bin Khalid [5]. Al-Allamah Ibnul Qayyim membantahnya dan beliau menjelaskan bahwa yang diungkapkan oleh Ibnu Hazm tidak benar dari enam sisi:[6]
a. Sesungguhnya al-Bukhari telah bertemu dengan Hisyam bin ‘Ammar, dan mendengarkan (riwayat) dari beliau. Jika beliau meriwayatkan secara ‘An’anah, maka hal itu dianggap bersambung berdasarkan kesepakatan, karena sezaman dan mendengar langsung, lalu jika ia berkata, “Hisyam berkata”, maka sama sekali tidak ada bedanya dengan ungkapan “Diriwayatkan dari Hisyam.”
b. Sesungguhnya orang-orang tsiqah telah meriwayatkan dari Hisyam secara maushul (bersambung). Al-Isma’ili berkata da-lam Shahiihnya, “Al-Hasan mengabarkan kepadaku, Hisyam bin ‘Ammar meriwayatkan kepadaku,” dengan sanad dan matannya.
c. Sesungguhnya hadits ini telah diriwayatkan dengan jalan yang shahih selain hadits Hisyam. Al-Isma’ili dan ‘Utsman Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad lain yang sampai kepada Abu Malik al-Asy’ari Radhiyallahu anhu.
d. Imam al-Bukhari, jika (dikatakan) beliau tidak pernah bertemu dengan Hisyam atau tidak pernah mendengar darinya, maka yang beliau lakukan memasukkan hadits ini dalam Shahiihnya dan meyakininya, menunjukkan bahwa hadits ini benar-benar dari Hisyam. Adapun beliau tidak menyebutkan pelantara antara dirinya dengan Hisyam bisa karena me-reka sudah dikenal atau banyaknya periwayatan dari mereka maka ri-wayat ini sudah sangat dikenal dari Hisyam.
e. Sesungguhnya jika al-Bukhari berkata dalam ash-Shahiihnya, “Fulan berkata,” maka maknanya adalah hadits tersebut shahih menurutnya.
f. Sesungguhnya al-Bukhari mengungkapkan hadits ini sebagai hujjah. Dimasukkan dalam Shahiihnya sebagai landasan pokok dan bukan sebagai penguat.
Maka kesimpulannya hadits ini tidak diragukan keshahihannya.
Ibnu Shalah rahimahullah [7] berkata, “Tidak perlu melihat pendapat Ibnu Hazm azh-Zhahiri al-Hafizh dalam penolakannya terhadap apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari tentang hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik.” Lalu beliau menyebutkan haditsnya.
Kemudian beliau berkata, “Dan hadits ini shahih, ketersambungan sanadnya dikenal dengan syarat periwayatan ash-Shahiih. Al-Bukhari rahimahullah terkadang melakukan hal itu karena hadits tersebut dikenal dari segi ketsiqahan orang yang dita’liqnya. Beliau terkadang melakukan hal itu karena hadits tersebut juga diutarakan pada pembahasan lain di kitabnya dengan menyebutkan sanadnya yang bersambung. Beliau pun terkadang melakukan hal itu karena sebab lain yang intinya hadits tersebut tidak mengandung cacat terputusnya sanad, wallaahu a’lam.[8]
Kami memperpanjang pembahasan hadits ini karena sebagian orang bergantung kepada pendapat Ibnu Hazm, dan berhujjah dengannya untuk membolehkan alat musik. Sementara telah jelas bahwa hadits-hadits yang melarangnya adalah shahih, bahkan umat diancam dengan siksaan ketika alat-alat musik bermunculan dan kemaksiatan dilakukan.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Al-Ma’aazif adalah alat-alat yang melalaikan seperti kecapi, rebab, gendang, dan setiap alat per-mainan yang dibunyikan.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (III/230
[2]. HR. Ibnu Majah dalam Sunannya sebagian dari awalnya (II/1350) tahqiq Muhammad Fu-ad ‘Abdul Baqi.
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Asyrubah, bab Ma Jaa-a fiiman Yastahillul Khamra wa Yusammihi bighairi Ismihi (X/51, al-Fat-h).
[4]. Beliau adalah al-‘Allamah al-Hafizh Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm al-Andalusi al-Qurthubi, salah seorang imam madzhab az-Zhahiri. Beliau adalah orang yang banyak mentakwil dalam masalah ushul, ayat-ayat sifat dan hadits-haditsnya. Beliau banyak mengarang kitab tentang madzhab-madzhab ulama, aliran-aliran dalam agama, fiqih, ushul fiqh, biografi para ulama, dan sejarah. Wafat pada tahun 456 H rahimahullah.
Lihat biografinya dalam al-Bidaayah wan Nihaayah (XII/91-92), karya Ibnu Katsir, dan Syadzaraatudz Dzahab fi Akhbaari man Dzahab (III/229-300).
[5]. Lihat kitab al-Muhallaa, karya Ibnu Hazm (IX/59) tahqiq Ahmad Syakir, terbitan al-Maktabah at-Tijaari lith Thiba’ah wan Nasyr, Beirut.
[6]. Lihat Tahdziibus Sunan (V/270-272).
[7]. Dia adalah al-Imam al-Muhaddits al-Hafizh Abu ‘Amr ‘Utsman bin ‘Abdirrah-man asy-Syahruzuri, yang tekenal dengan sebutan Ibnu Shalah, ia adalah ahli ibadah, ahli zuhud, orang yang sangat wara’ berjalan di atas jalan Salafush Shalih, beliau memiliki banyak karya tulis dalam masalah hadits dan fiqih, melaksanakan tugas mengajar di Darul Hadits Damaskus, dan wafat pada tahun 634 H rahimahullah.
Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (XIII/168), Syadzaraatudz Dzahab (V/221-222).
[8]. Muqaddimah Ibni Shalah fi ‘Uluumil Hadiits (hal. 32), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, th. 1398 H, dan lihat Fat-hul Baari (X/52).