Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
6. MUNCULNYA BERBAGAI MACAM FITNAH
F. PERANG AL-HURRAH[1]
Kemudian fitnah terus-menerus bermunculan setelah itu. Di antara fitnah ini adalah perang al-Hurrah yang terkenal pada masa Yazid bin Mu’awiyah. Waktu itu kota Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibinasakan dan banyak dari kalangan Sahabat Radhiyallahu anhum yang terbunuh.
Sa’id bin al-Musayyab rahimahullah berkata, “Berkobarlah fitnah yang pertama, maka tidak seorang pun tersisa dari Sahabat yang ikut dalam perang Badar. Kemudian terjadilah fitnah yang kedua, maka tidak tersisa seorang pun dari Sahabat yang ikut dalam perang al-Hudaibiyyah.”
Beliau berkata, “Dan saya yakin, seandainya fitnah yang ketiga terjadi, niscaya fitnah tersebut tidak akan hilang sementara Thabaakh [2] masih ada di kalangan manusia.” [3]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Al-Hurrah, maksudnya adalah al-Hurrah bagian timur, salah satu Hurrah yang ada di Madinah, di sanalah terjadinya pertempuran antara penduduk Madinah dengan pasukan Yazid bin Mu’awiyah pada tahun 63 H. Penyebabnya adalah sesungguhnya penduduk Madinah menurunkan Yazid, lalu dia mengutus pasukan kepada mereka dengan pimpinan Muslim bin ‘Uqbah al-Marri, lalu dia menghancurkan Madinah, dan membunuh sekitar tujuh ratus para Sahabat, kaum Muhajirin dan Anshar, dan dari yang lainnya sepuluh ribu, maka kaum Salaf menamakannya dengan Masraf, dan Allah telah membinasakannya ketika dia sedang berada di jalan Makkah menuju Madinah.
Lihat kitab al-Bidaayah wan Nihaayah (VIII/217-224), dan Mu’jamul Buldaan (II/249).
[2]. Thabaakh maknanya adalah kebaikan dan kemanfaatan, dikatakan (فُلاَنٌ لاَ طَبَاخٌ لَهُ) maknanya adalah tidak memiliki akal. Lihat Syarhus Sunnah, karya al-Baghawi (XIV/396), tahqiq Syu’aib al-Arna-uth.
[3]. Syarhus Sunnah, karya al-Baghawi (XIV/395).
G. FITNAH PERKATAAN BAHWA AL-QUR'AN ADALAH MAKHLUK
Kemudian datanglah setelah itu fitnah pada zaman ‘Abasiyyah, yaitu fitnah perkataan bahwa al-Qur-an adalah makhluk. Ucapan ini diyakini oleh khalifah ‘Abbasiyyah, al-Ma’-mun, dan dia membela perkataan ini. Faham ini diikuti oleh kelompok Jahmiyyah juga Mu’tazilah yang memprovokasi khalifah untuk meyakininya, sehingga para ulama Islam diuji dengannya. Dengan sebab fitnah itu pula kaum muslimin tertimpa musibah yang besar. Hal itu telah menyibukkan mereka dalam masa yang sangat lama, ditambah lagi dengan banyaknya keyakinan lain yang masuk ke dalam ‘aqidah kaum muslimin.
Demikianlah, fitnah-fitnah yang terjadi sangat banyak, tidak terhitung, dan senantiasa bermunculan, berlanjut juga bertambah.
Dengan sebab fitnah ini juga fitnah yang lain, kaum muslimin berpecah-belah menjadi bergolong-golongan, setiap golongan menyerukan orang lain untuk mengikutinya, mengaku bahwa dialah yang berada di atas jalan yang benar, dan yang lain berada di atas kebathilan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penunjuk jalan dan pemberi kabar gembira عليه الصّلاة والسّلام telah mengabarkan adanya perpecahan umat ini sebagaimana umat sebelumnya telah berpecah belah.
Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً.
‘Kaum Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, dan kaum Nasrani berpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, sementara umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan.’” [HR. Ash-habus Sunan kecuali an-Nasa-i] [1]
Diriwayatkan dari ‘Amir bin ‘Abdillah bin Luhay, dia berkata:
حَجَجْنَا مَعَ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِـي سُفْيَانَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَامَ حِينَ صَلَّى صَلاَةَ الظُّهْرِ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابَيْنِ افْتَرَقُوا فِي دِيْنِهِمْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ اْلأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً يَعْنِي اْلأَهْوَاءَ كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ، وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ اْلأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ، لاَ يَبْقَـى مِنْهُ عِرْقٌ وَلاَ مَفْصِلٌ إِلاَّ دَخَلَهُ، وَاللهِ يَا مَعْشَرَ الْعَرَبِ لَئِنْ لَمْ تَقُومُوا بِمَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَيْرُكُمْ مِنَ النَّاسِ أَحْرَى أَنْ لاَ يَقُوْمَ بِهِ.
“Kami melakukan haji bersama Mu’awiyah bin Abi Sufyan, lalu sesampainya kami di Makkah, seusai melaksanakan shalat Zhuhur dia berdiri seraya berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya dua Ahli Kitab berpecah belah di dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yakni -hawa nafsu- semuanya ada di dalam Neraka kecuali satu, yaitu al-Jama’ah. Dan sesungguhnya akan ada di dalam umatku beberapa kaum di mana kebid’ahan itu akan men-jalar di dalam diri mereka sebagaimana penyakit rabies menjalar kepada penderitanya, tidak tersisa darinya urat atau persendian kecuali dimasuki-nya. Demi Allah, wahai orang-orang Arab! Seandainya kalian tidak bisa melaksanakan segala hal yang dibawa oleh Nabi kalian, maka orang selain kalian lebih pantas untuk tidak bisa melaksanakannya.’” [2]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. HR. At-Tirmidzi (VII/397-398, Tuhfatul Ahwadzi), dan beliau berkata, “Hadits hasan shahih.” Sunan Abi Dawud (XII/340, ‘Aunul Ma’buud), dan Sunan Ibni Majah (II/1321) tahqiq Fu-ad ‘Abdul Baqi.
[2]. Musnad Ahmad (IV/102 -dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul ‘Ummal), Sunan Abi Dawud (XII/341-342, ‘Aunul Ma’buud), Mustadrak al-Hakim (IV/ 102), dan al-Hakim berkata setelah menuturkan hadits ini dan hadits Abu Hurairah, “Ini adalah sanad-sanad yang tegak dengannya hujjah bagi penshahihan hadits ini.”
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dan beliau menyebutkan jalan-jalannya dalam kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah, dan membantah orang yang memberikan tudingan kepada hadits itu. Lihat as-Silsilah (jilid II/juz III/ 14-23) (no. 204).
H. MENGIKUT PRILAKU UMAT-UMAT TERDAHULU
Di antara fitnah yang besar adalah mengikuti prilaku orang-orang Yahudi dan Nasrani dan meniru-niru mereka. Sebagian kaum muslimin telah meniru gaya orang-orang kafir, menyerupai mereka, berperangai dengan perangai mereka dan merasa kagum kepada mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّـى تَأْخُذَ أُمَّتِـي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ كَفَـارِسَ وَالرُّوْمِ، فَقَـالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ.
“Tidak akan datang Kiamat sehingga umatku mengambil jalan orang pada zaman sebelumnya sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” Lalu beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, seperti orang-orang Persia dan Romawi?” Lalu beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka.” [HR. Al-Bukhari][1]
Dalam satu riwayat dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu:
قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ! آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟!
“Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Yahudi dan Nasranikah?’ beliau menjawab, ‘Siapa lagi?!’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim][2]
Ibnu Baththal rahimahullah berkata [3], “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa umatnya akan mengikuti perkara-perkara yang diada-adakan, bid’ah-bid’ah dan berbagai hawa nafsu, sebagaimana (perbuatan) itu terjadi pada umat-umat sebelum mereka, dan beliau telah memberikan peringatan dalam banyak hadits bahwasanya manusia yang terakhir lebih jelek, dan Kiamat tidak akan datang kecuali kepada orang-orang yang jelek, dan ajaran Islam akan tetap berdiri tegak pada orang-orang tertentu.” [4]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sebagian besar peringatan yang diungkapkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah terjadi, dan selebihnya akan terjadi.”[5]
Pada masa ini banyak kaum muslimin yang telah menyerupai orang-orang kafir yang di timur maupun di barat, kaum pria dari kalangan kita menyerupai kaum pria dari kalangan mereka, wanita-wanita kita menyerupai wanita-wanita mereka, dan terkena fitnah mereka sehingga menjadi sebab keluarnya sebagian orang dari Islam. Mereka meyakini bahwa peradaban dan kemajuan tidak akan pernah sempurna kecuali dengan melemparkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Barangsiapa mengenal Islam dengan benar, niscaya dia akan mengetahui sejauh mana kaum muslimin telah merosot di kurun-kurun terakhir; jauh dari ajaran Islam dan melenceng dari ‘aqidahnya, sehingga Islam tidak tersisa pada sebagian mereka kecuali hanya namanya saja. Mereka telah menjadikan undang-undang orang-orang kafir sebagai landasan hukum, dan jauh dari hukum Allah, tidak ada yang lebih tepat dalam menyifati kaum muslimin yang mengikuti mereka dan dalam pengambilan hukum dari orang-orang kafir daripada sifat yang diungkapkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau:
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ تَبَعْتُمُوْهُمْ.
“... Sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalian akan mengikuti mereka.” [6]
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan sejengkal, sehasta, dan lubang biawak adalah hanya sebuah permisalan karena banyaknya sisi persamaan dengan mereka. Persamaan yang dimaksud dalam hal perbuatan-perbuatan maksiat, dan penyelewengan-penyelewengan, bukan dalam kekufuran. Hal ini merupakan mukjizat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah terbukti apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [7]
Demikianlah, sebenarnya fitnah itu tidak terhingga banyaknya. Fitnah wanita, fitnah harta, cinta akan keinginan hawa nafsu, juga cinta akan kedudukan dan pangkat; semuanya merupakan fitnah yang terkadang dapat menghancurkan manusia, dan membawanya pada kehinaan. Hanya kepada Allah kita memohon keselamatan.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-I’tishaam bil Kitaab was Sunnah, bab Qaulun Nabiyyi Latattabi’unna Sunaan man Kaana Qablakum (XIII/300, al-Fat-hul).
[2]. Shahiih al-Bukhari (XIII/300, dalam al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-‘Ilmi bab al-Aladdul Khasmu (XVI/219-220, Syarh an-Nawawi).
[3]. Dia adalah Abul Hasan ‘Ali bin Khalaf bin ‘Abdul Malik bin Baththal al-Qurthubi, beliau me-riwayatkan dari al-Mutharraf al-Qanazi dan Yunus bin ‘Abdillah al-Qadhi, beliau memiliki kitab syarah hadits Shahiih al-Bukhari, wafat pada bulan Shafar tahun 449 H rahimahullah.
Lihat biografinya dalam kitab Syadzaraatudz Dzahab (III/283), dan al-A’laam (IV/285), karya az-Zarkali.
[4]. Fat-hul Baari (XIII/301, al-Fat-h).
[5]. Ibid.
[6]. Takhrij hadits ini telah diungkapkan sebelumnya.
[7]. Syarh Muslim, karya an-Nawawi (XVI/219-220).