oleh: Abidurrahman sibghatullah
ISTILAH hijabers sudah tak asing lagi di Indonesia. Begitu juga dengan pemberitaan pemberitaan mengenai jilbab. Mulai pemberitaan tokoh- tokoh publik yang memutuskan untuk berhijab sampai talkshow jilbab yang kian menjamur di berbagai daerah. Memasuki awal tahun 2014 banyak media yang semakin marak memperkenalkan para desainer-desainer baru dalam dunia mode busana muslim wanita. Tahun ini bahkan akan diadakan “Indonesia Fashion Week ” di Jakarta yang akan menampilkan koleksi dan memperkenalkan desainer terbaru jilbab atau hijab. Fenomena ini akan semakin mengukuhkan Indonesia sebagai kiblat fashion Muslim dunia.
Fenomena diatas memang ada beberapa sisi positif. Sebab semakin banyak orang yang sadar tentang hal aurat, akan semakin baik. Tapi apa jadinya jika jilbab yang kini banyak dibicarakan oleh publik bertentangan dengan apa yang di syariatkan oleh Islam itu sendiri?
Bukankah dalam Islam perintah menutup aurat adalah seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan?
Penutup aurat bukan dijadikan busana perhiasan sehingga menarik perhatian banyak orang, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit sehingga lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Tidak menyurupai pakaian laki-laki juga tidak dijadikan untuk mencari popularitas.
Rosulullah pernah berkata, “Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya, kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia [maksudnya penguasa yang dzalim], dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu [jarak jauh sekali].” (HR. Muslim).
Hadits ini mengisyaratkan bahwa pakaian tersebut harus di jauhi, karena Islam mensyariatkan hijab tidak hanya sekedar sebagai penutup badan atau pakaian tren-tren-an, gaya-gayaan tapi bagaimana hijab itu sebagai perisai atau pelindung bagi wanita dari laki-laki asing.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” [QS: An-Nur:31]
Dalil di atas menjelaskan apa yang menjadi kreteria hijab di lihat dari beberapa sisi.
Para wanita diminta memelihara kemaluannya dari perbuatan yang diharamkan; seperti berzina dan hendaklah menutupinya agar tidak dilihat oleh siapapun. Tidak menampakkan sedikitpun dari perhiasannya kepada lelaki asing. Kecuali perhiasan-perhiasan seperti gelang tangan, gelang kaki, mahkota dan anting-anting. Sementara bagian tubuh seperti betis, leher, kepala, dahi dan telinga tidak halal untuk dipandang, kecuali oleh orang-orang yang dihalalkan dalam ayat ini.
Wanita juga diminta menahan kerudungnya ke dada bagian atas di bawah leher, agar dengan demikian mereka dapat menutupi rambut, leher dan dadanya, sehingga tak sedikitpun daripadanya yang terlihat. Menampakan perhiasan hanya kepada suami dan beberapa orang tertentu. Salah satunya adalah budak wanita atau pembantu laki-laki yang sudah tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, tidak mempunyai kebutuhan kepada wanita. Atau lanjut usia yang syahwatnya telah hilang. Atau anak-anak yang belum baligh, belum mempunyai syahwat.
Hendaknya wanita tidak memukulkan kaki ke tanah agar gelang kakinya bergemerincing karena yang demikian itu dapat membangkitkan kecenderungan kaum lelaki kepada mereka.
Sunguh patut disyukuri jika para desainer baju Muslimah bisa memenuhi kreteria tersebut.
Mencari Ridho-Nya
Yang patut menjadi perhatian, masih banyaknya pemandangan di sekitar kita, khususnya di tempat-tempat umum, wanita-wanita berjilbab namun masih belum bisa meninggakan hal-hal yang dilarang oleh agamanya. Misalnya tidak sedikit wanita berhijab tetapi masih ada saja yang bermesra-mesraan di tempat umum.
Fakta ini menunjukkan bahwa niat berhijab belum sesuai standar yang diperintahkan Allah Subhanahu Wata’ala. Atau termasuk pelaku hijab “semau gue” yang penting mentup kepala. Padahal fungsi dari jilbab itu justru untuk menjaga hati para wanita, menjaga imannya, menjaga kehormatnya serta menjaga dirinya dari gangguan yang bisa merusak imannya.
Sehingga dengan hijab yang benar (sesuai syariat) itu bisa menjadi pengawas dirinya ketika ia ingin melanggar dari perintahnya.
Komitmen berhijab secara benar merupakan bagian dari komitmen berislam secara benar, karena allah memerintahkan kita berislam secara kaffah (menyeluruh) dan tidak setengah setengah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Wahai wahai orang beriman masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh).”(QS: al-Baqarah [2]: 208).
Wajar saja jika saat ini muncul istilah jilbab/hijab syar’i, karena faknya banyak pakaian penutup aurat dan jilbab yang tidak sesuai syariat.
Jadi berjilbablah yang benar, bukan karena mengikuti tren, mencari popularitas semata. Berjilbablah karena ingin mencari ridho-NYA. Jagalah kehormatan dan kesucian kita sehingga menjadi Muslimah yang sering dipuji Rasulullah sebagai ‘sebaik-baiknya predikat perhiasan dunia’.
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim, Nasai, Ibnu Majah). Wallahu alam.*
Penulis lulusan Ma’had Ar Rayah, Sukabumi, sekarang studi di International University of Africa
Rep: Administrator
Editor: Cholis Akbar