“AKU tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).”
Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?”
Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?”
Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?”
“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?” jawab beliau. (HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)
Tentu hadis sahih di atas akan membuat para wanita mengerenyitkan dahi, antara wajib mempercayai perkataan Rasulullah dan rasa tidak rela dinyatakan sebagai makhluk yang kalah sempurna dibandingkan laki-laki. Lalu mereka (wanita) yang merasa lebih pintar dari kebanyakan laki-laki pun diuji antara rasio dan keimanan, karena secara akademik dan prestasi mereka jauh lebih sempurna dibandingkan laki-laki. “Sungguh Islam ini tidak adil sekali” seru mereka di dalam hati.
Tidak ada yang salah dengan hadis di atas, karena pertama kita wajib mengimani kebenaran Nabi dan yang kedua karena hadis ini bukanlah celaan bagi kaum hawa sebagaimana yang dijelaskan Imam Nawawi di dalam mensyarahkan hadis diatas. Hadis di atas merupakan “hats” alias penyemangat bagi kaum hawa agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Sebelum berbicara lebih jauh, ada baiknya kita menyimak makna “kurang akal” yang diterangkan di dalam kitab syarah Muslim sebagai kurang pengalaman, pengetahuan umum atau bahkan kemampuan mengenali fakta (akibat bawaan emosi) karena hal-hal ini memang cukup menyita pikiran dan emosi khususnya ketika seseorang diminta menjadi saksi sebuah kasus sengketa.
Sedangkan urusan lainnya, akal wanita setara dengan pria sebagaimana sejarah mencatat bahwa Aisyah r.a adalah periwayat hadis terbanyak kedua setelah Abu hurairah. Hadis yang beliau riwayatkan jauh lebih banyak dari kebanyakan sahabat laki-laki lainnya karena kecerdasan dan kekuatan hafalannya.
Lalu makna kurang agama adalah “libur mengerjakan kewajiban atau amalan keagamaan” seperti shalat, puasa dan membaca Alquran. Ini sudah bersifat sunnatullah, tidak perlu diperdebatkan hal-hal esensi yang sudah bersifat alamiah bagi perempuan ini.
Nah setelah mengetahui makna yang dimaksud hadis di atas tentunya kita tidak lagi berburuk sangka bahwa Islam itu mendiskreditkan wanita, akan tetapi Islam hadir untuk memaksimalkan potensi perempuan itu sendiri.
Kali ini saya tidak ingin membicarakan perihal “kurangnya akal” lebih jauh karena itu sangat bersifat subjektif, dan Imam Nawawi pun menyatakan demikian. Perihal “kurangnya akal” pada wanita sangat beragam dan banyak sehingga bukan lah menjadi sesuatu yang perlu dibahas lebih lanjut.
Yang ingin kita bicarakan di sini adalah tentang kurangnya agama pada wanita. Masih adakah kesempatan wanita menjadi sempurna agamanya seutuhnya?
Adapun kurangnya agama pada wanita bisa disempurnakan ketika wanita menjadi wanita seutuhnya.
Ya, benar sekali… Ketika wanita sedang hamil, wanita menjadi sempurna agamanya. Selama 9 bulan kehamilannya seorang wanita tidak akan mengalami masa menstruasi sehingga tidak ada halangan yang membuat seorang wanita tidak dapat melaksanakan ibadah yang paling utama seperti shalat, puasa dan membaca Alquran.
Wanita menjadi sempurna agamanya karena ia tidak akan pernah haid, sehingga ia dapat memaksimalkan seluruh gairah ketaatan dan ibadah kepada Allah lebih intens lagi. Lebih banyak lebih baik dan lebih mendekatkan kepada Allah sebagaimana di dalam sebuah hadis disebutkan, “Apabila seorang hamba mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR.Bukhari)
Wanita yang sedang hamil amatlah istimewa dan amat dimuliakan, baik oleh manusia, saya sering sekali melihat istri saya mendapat hak istimewa, diprioritaskan dan diduluankan dalam banyak hal dimana orang lain masih harus antri, apalagi oleh sang Maha Penyayang? Sungguh kalian begitu disayang olehNya. [Suryandi Temala Sip]