Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
5. Kemutawatiran Hadits-Hadits Tentang al-Mahdi
Hadits-hadits yang telah kami sebutkan sebelumnya juga yang tidak kami nukil pada pembahasan ini -khawatir terlalu panjang- menunjukkan bahwa hadits-hadits yang menerangkan al-Mahdi memiliki derajat mutawatir ma’nawi (mutawatir secara makna) dan hal itu telah dinyatakan oleh para imam. Pada kesempatan ini kami akan menyebutkan sebagian pernyataan mereka.
a. Al-Hafizh Abul Hasan al-Abari berkata, “Khabar-khabar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang al-Mahdi telah mencapai derajat mutawatir, sesungguhnya dia dari kalangan Ahlul Bait. Dia berkuasa selama tujuh tahun, memenuhi bumi dengan keadilan, dan Nabi ‘Isa Alaihissallam akan turun lalu membantunya untuk membunuh Dajjal. Dia (al-Mahdi) mengimami shalat umat Islam, dan Nabi ‘Isa shalat di belakangnya.” [1]
b. Muhammad al-Barzanzi rahimahullah[2] dalam kitabnya al-Isyaa’ah li Asyraathis Saa’ah berkata, “Bab ketiga tentang tanda-tanda besar Kiamat yang ber-lanjut dengan kedatangan Kiamat, dan hal itu banyak sekali, di antaranya adalah al-Mahdi, sebagai tanda yang pertama. Dan ketahuilah bahwa hadits-hadits yang menjelaskannya dengan berbagai redaksi yang berbeda hampir-hampir tidak tidak dapat dihitung.”[3]
Beliau pun berkata, “Engkau telah mengetahui tentang hadits-hadits yang menjelaskan akan keluarnya al-Mahdi, dan sesungguhnya beliau dari keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari putera Fathimah di mana telah mencapai batasan mutawatir ma’nawi, (mutawatir secara makna). Maka tidak ada alasan lagi untuk mengingkarinya.”[4]
c. Al-‘Allamah Muhammad as-Safarini rahimahullah [5] berkata, “Telah banyak riwayat yang menerangkan keluarnya -al-Mahdi-, hingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Dan hal itu telah tersebar di antara para ulama Sunnah, sehingga diperhitungkan sebagai prinsip ‘aqidah mereka.”
Kemudian beliau menuturkan beberapa hadits juga atsar yang menjelaskan keluarnya al-Mahdi, dan nama sebagian Sahabat yang meriwayatkannya, lalu beliau berkata, “Telah diriwayatkan dari kalangan Sahabat yang telah disebutkan namanya dan yang tidak disebutkan Radhiyallahu anhum dengan beberapa riwayat yang beragam, juga dari para Tabi’in setelah mereka. Semuanya memberikan faidah adanya ilmu yang qath’i (pasti), maka beriman akan keluarnya al-Mahdi adalah wajib sebagaimana ditetapkan oleh para ulama, dan dibukukan dalam ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah.”[6]
d. Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits-hadits mutawatir tentang kedatangan al-Mahdi al-Muntazhar yang mungkin dijadikan sebagai landasan, ada lima puluh hadits. Di antaranya ada yang shahih, hasan, dan dha’if yang mencapai puluhan, maka semuanya tidak diragukan dan tanpa ada kesamaran merupakan hadits mutawatir, bahkan dianggap tepat mensifati dengan mutawatir beberapa riwayat yang kurang dari jumlah lima puluh riwayat berdasarkan semua istilah yang ada dalam ilmu hadits. Adapun atsar para Sahabat yang menjelaskan kedatangan al-Mahdi, maka hal itu banyak sekali, semuanya memiliki hukum marfu’, karena tidak ada ruang ijtihad dalam masalah seperti ini.”[7]
e. Shiddiq Hasan rahimahullah [8] berkata, “Hadits-hadits yang ada tentang -al-Mahdi- dengan riwayatnya yang beragam adalah sangat banyak, mencapai derajat mutawatir. Hadits-hadits tersebut ada di dalam kitab-kitab as-Sunan juga kitab-kitab Islam lainnya berupa kitab-kitab Mu’jam dan Musnad.”[9]
f. Syaikh Muhammad bin Ja’far al-Kattani rahimahullah [10] berkata, “Kesimpulannya bahwa hadits-hadits yang menerangkan tentang al-Mahdi al-Muntazhar adalah mutawatir, demikian pula yang menjelaskan tentang Dajjal dan yang menjelaskan tentang turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam.”[11]
6. Beberapa Ulama yang Menulis Kitab Khusus Tentang al-Mahdi
Selain kitab-kitab hadits yang masyhur, seperti Sunan yang empat juga kitab-kitab Musnad, seperti Musnad Ahmad, Musnad al-Bazzar, Musnad Abu Ya’la, Musnad al-Harits bin Abi Usamah, Mustadrak al-Hakim, Mushannaf Ibni Abi Syaibah, Shahiih Ibni Khuzaimah, dan selainnya yang di dalamnya menjelaskan al-Mahdi. Sekelompok ulama telah menulis tentang al-Mahdi al-Muntazhar secara khusus di dalam beberapa karya tulis yang di dalamnya menuturkan beberapa hadits tentangnya, di antara karya tulis tersebut adalah:
a. Al-Hafizh Abu Bakar bin Abi Khaitsamah rahimahullah[12] mengumpulkan be-berapa hadits tentang al-Mahdi, sebagaimana hal itu diungkapkan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya yang dinukil dari as-Suhaili.[13]
b. As-Suyuthi menulis satu juz dengan judul al-‘Urful Wardi fi Akhbaaril Mahdi dicetak bersama kitab al-Haawi lil Fataawaa'.[14]
c. Al-Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan di dalam kitabnya an-Nihaayah/ al-Fitan wal Malaahim, beliau menulis satu juz khusus tentang al-Mahdi.[15]
d. Demikian pula ‘Ali al-Muttaqa al-Hindi rahimahullah[16] memiliki satu risalah khu-sus tentang hal ihwal al-Mahdi.[17]
e. Ibnu Hajar al-Makki rahimahullah [18] memiliki sebuah karya tulis yang diberi judul al-Qaulul Mukhtashar fii ‘Alaamatil Mahdi al-Muntazhar.[19]
f. Al-Mulla ‘Ali al-Qari rahimahullah [20] menulis sebuah buku yang diberi judul al-Masyrabul Wardi fii Madzhabil Mahdi.[21]
g. Mar’i bin Yusuf al-Hanbali rahimahullah [22] menulis kitab Fawaa-idul Fikr fii Zhu-huuril Muntazhar.[23]
h. Asy-Syaukani rahimahullah menulis sebuah kitab dengan judul at-Taudhiih fii Tawaaturi maa Jaa-a fil Mahdil Muntazhar wad Dajjal wal Masiih.[24]
Shiddiq Hasan berkata, “Sayyid al-‘Allamah Badrul Millah al-Munir Muhammad bin Isma’il al-Amir al-Yamani rahimahullah [25] telah mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan keluarnya al-Mahdi dari keluarga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia akan muncul pada akhir zaman.”[26]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Tahdziibul Kamaal fii Asmaa-ir Rijaal (III/1194), karya Abul Hajjaj Yusuf al-Mazzi, tulisan yang dicopy dari tulisan tangan Darul Kitab al-Mishriyyah, al-Manaarul Muniif (hal. 142), tahqiq ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, Fat-hul Baari (VI/493-494), al-Haawi lil Fataawaa' di dalam juz al-‘Urful Wardi fi Akhbaaril Mahdi (II/85-86). Dan lihat pula kitab Aqiidatu Ahlis Sunnah wal Atsar fil Mahdil Muntazhar (hal. 171-172), karya Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad.
[2]. Beliau adalah Syaikh Muhammad bin ‘Abdirrasul bin ‘Abdissayyid al-Hasani al-Barzanzi, salah seorang ahli fiqih madzhab asy-Syafi’i, beliau memiliki keilmuan di bidang tafsir dan sastra, me-lakukan perjalanan ke Baghdad, Damaskus dan Mesir. Beliau menetap di Madinah, belajar, dan wafat di sana pada tahun 1103 H. Beliau memiliki beberapa karya tulis t.
Lihat al-A’laam, karya az-Zarkali (VI/203-204).
[3]. Al-Isyaa’ah (hal. 87).
[4]. Al-Isyaa’ah (hal. 112).
[5]. Beliau adalah al-‘Allamah Muhammad Salim as-Safarini, seorang ulama hadits, ushul fiqh dan sastra, juga seorang muhaqqiq. Dilahirkan di Safarin, perkampungan di Nablus. Beliau memiliki beberapa karya tulis, beliau memiliki sebuah mauzhumah (kumpulan sya’ir) tentang ‘aqidah juga syarahnya (penjelasannya) yang diberi nama Lawaami’ atau Lawaamih al-Anwaaril Bahiyyah wa Sawaati’il Asraar al-Atsariyyah al-Mudhii-ah li Syarhid Durratil Mudhii-ah fii ‘Uqdatil Firqatil Mardhiyyah, beliau menulis kitab Ghidaa-ul Albaab Syarh Manzhuumatul Aadaab dan kitab Nafatsaat Shadril Makmad juga Qurratu ‘Ainil Mas’ad Syarh Tsulaatsiyyat al-Imam Ahmad juga yang lainnya. Beliau t wafat pada tahun 1118 H di Nablus.
Lihat biografinya dalam kitab al-A’laam, karya az-Zarkali (VI/14).
[6]. Lawaami’ul Anwaaril Bahiyyah (II/84), dan lihat kitab ‘Aqiidatu Ahlis Sunnah wal Atsar (hal. 174).
[7]. Dari risalah asy-Syaukani yang diberi judul at-Taudhiih fii Tawaaturi ma Jaa-a fil Mahdi al-Muntazhar wad Dajjal wal Masiih, diungkapkan oleh Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya al-Idzaa’ah (hal. 113-114), al-Kattani juga menukil hal itu dari asy-Syaukani dalam kitabnya Nazhmul Mutanaatsir minal Hadiitsil Mutawaatir (hal. 145-146). Lihat pula kitab ‘Aqiidatu Ahlis Sunnah wal Atsar fil Mahdil Muntazhar (hal. 173-174).
[8]. Beliau adalah al-‘Allamah Muhammad Shiddiq Khan bin Hasan al-Husaini al-Bukhari al-Qanuji, pemilik beberapa karya tulis di bidang tafsir, hadits, fiqih dan ushul. Singgah di Bahwabal, menikah dengan ratunya di sana, dan wafat pada tahun 1307 H rahimahullah. Lihat al-A’laam (VI/167-168), karya az-Zarkali.
[9]. Al-Idzaa’ah limaa Kaana wamaa Yakuunu bainai Yadayis Saa’ah (hal. 112).
[10]. Beliau adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ja’far bin Idris al-Kattani al-Hasani al-Farisi, seorang pakar sejarah, ahli hadits yang dilahirkan di Persia, melakukan perjalanan ke Hijaz dan Damaskus, kemudian kembali ke Maghrib dan wafat di Faas t pada tahun 1345 H. Beliau memiliki banyak karya tulis.
Lihat al-A’laam (VI/72-73).
[11]. Nazhmul Mutanaatsir minal Hadiitsil Mutawaatir (hal. 147), karya Syaikh Muhammad bin Ja’far al-Kattani.
[12]. Beliau adalah al-Hafizh al-Kabir Abu Bakar Ahmad bin Abi Khaitsamah. Ayahnya adalah Zuhair bin Harb, seorang hafizh dan salah seorang guru Imam Muslim. Abu Bakar mengambil ilmu dari Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma’in, beliau juga seorang periwayat tentang adab. Beliau memiliki kitab at-Taarikhul Kabiir, adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Aku tidak mengenal orang yang lebih banyak ilmu daripadanya,” wafat pada tahun 279 H rahimahullah.
Lihat Siyar A’laamin Nubalaa' (XI/492-493), Tadzkiratul Huffaazh (II/596), dan Thabaqaat al-Hanaabilah (I/44).
[13]. Lihat Taariikh Ibni Khaldun, Muqaddimah (hal. 556).
[14]. Al-Haawi lil Fataawaa' (II/57).
[15]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/30) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[16]. Beliau adalah ‘Ali bin Husamuddin al-Hindi. Beliau adalah salah seorang yang menyibukkan dirinya dengan hadits, tinggal di Makkah dan wafat pada tahun 975 H rahimahullah. Lihat Syadzaaratudz Dzahab (VIII/379), dan al-A’laam (IV/271).
[17]. Lihat al-Isyaa’ah li Asyraathis Saa’ah (hal. 121).
[18]. Beliau adalah Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali bin Hajar al-Haitsami, seorang ahli fiqih madzhab Syafi’i, penulis beberapa karya tulis, wafat di Makkah pada tahun 973 H, ada juga yang mengatakan pada tahun 984 H rahimahullah. Lihat Syadzaaratudz Dzahab (VIII/370), dan al-A’laam (I/234).
[19]. Lihat al-Isyaa’ah (hal. 105), Lawaami’ul Anwaar (II/72), dan Risaalah ‘Abdil ‘Alim fil Mahdi (hal. 43).
[20]. Beliau adalah ‘Ali bin Sulthan Muhammad Nuruddin al-Harawi. Ahli fiqih madzhab Hanafi. Tinggal di Makkah dan wafat di sana pada tahun 1014 H rahimahullah. Beliau memiliki beberapa karya tulis. Lihat al-A’laam (V/12).
[21]. Al-Isyaa’ah (hal. 113).
[22]. Beliau adalah Mar’i bin Yusuf al-Kirmi al-Maqdisi, seorang ahli sejarah dan pembesar ahli fiqih. Beliau memiliki karya tulis kurang lebih tujuh puluh kitab. Wafat di Kairo pada tahun 1033 H rahimahullah. Lihat al-A’laam (VII/203).
[23]. Lawaami’ul Anwaar (II/76), dan al-Idzaa’ah (hal. 147-148).
[24]. Lihat al-Idzaa’ah (hal. 113).
[25]. Beliau adalah Muhammad bin Isma’il bin Shalah bin Muhammad al-Hasani al-Kahlani kemudian ash-Shan’ani, penulis kitab Subulus Salaam Syarh Buluughil Maraam. Beliau memiliki beberapa karya tulis, wafat di Shan’a pada tahun 1182 H rahimahullah. Lihat al-A’laam (VI/38).
[26]. Al-Idzaa’ah (hal. 114).