Ibadah kurban adalah bagian dari syariat Islam yang sangat utama. Muslim yang memiliki kemampuan sangat dianjurkan berkurban. Bahkan, ulama membolehkan bagi yang tidak memiliki uang untuk berhutang dahulu agar bisa berkurban. Asal saja ada kemampuan untuk membayarnya.
Namun, Islam adalah agama yang tidak memberatkan pemeluknya. Salah satu wujudnya ialah membolehkan berkurban seekor hewan kurban untuk satu keluarga. Dalilnya ialah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al-Anshari, bagaimana kurban pada masa Rasulullah saw.” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan dagingnya dan memberikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi; shahih)
Lantas bagaimana bila seseorang beristri dua? Apakah boleh berkurban hanya seekor kambing saja, misalnya?
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata, “Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, satu kambing sah untuk kurban satu orang beserta keluarganya walau jumlah mereka banyak.”
Asy-Syaukani mengatakan, “Yang benar, kurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” Beliau sebutkan hal ini dalam Nailul Authar.
Syaikh Utsaimin berkata, “Kolektif dalam pahala kurban tidaklah terbatas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban untuk seluruh umatnya. Ada juga seseorang (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang berkurban dengan satu kambing untuk dirinya beserta keluarganya walau jumlahnya 100.”
Lajnah Daimah ditanya, “Ada keluarga terdiri dari 22 anggota. Mereka tinggal di satu rumah dan yang beri nafkah pun satu orang. Di hari Idul Adha yang penuh berkah, mereka berencana berkurban satu hewan kurban. Apakah seperti ini sah atau mesti dengan dua kurban?”
Jawaban para ulama yang duduk di Lajnah, “Jika anggota keluarga banyak dan berada dalam satu rumah, maka boleh saja berqurban dengan satu qurban. Akan tetapi jika bisa berqurban lebih dari satu, itu lebih afdhal.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 11: 408).
Mungkin saja masih ada pertanyaan, maksud kata “banyak” di pernyataan para ulama di atas ialah banyak anak atau termasuk istri lebih dari satu?
Jawabannya ialah bisa kedua-duanya. Teladannya ialah perbuatan Nabi saw. Beliau pernah menyembelih satu kambing dengan niat untuk keluarga beliau. Diriwayatkan dari Anas, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor, seraya berkata:
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ مُحَمَّدٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، وَقَرَّبَ الآخَرُ فَقَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ عَمَّنْ وَحَّدَكَ مِنْ أُمَّتِي
‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari Muhammad dan keluarganya.’ Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata, ‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari siapa saja yang mentauhidkan-Mu dari kalangan umatku.”
Dengan demikian, seorang Muslim beristri dua sah berkurban satu kambing saja. Tetapi bila mampu menyembelih lebih dari seekor kambing maka ini lebih utama. [Ibnu Yaman]
Ibadah kurban adalah bagian dari syariat Islam yang sangat utama. Muslim yang memiliki kemampuan sangat dianjurkan berkurban. Bahkan, ulama membolehkan bagi yang tidak memiliki uang untuk berhutang dahulu agar bisa berkurban. Asal saja ada kemampuan untuk membayarnya.
Namun, Islam adalah agama yang tidak memberatkan pemeluknya. Salah satu wujudnya ialah membolehkan berkurban seekor hewan kurban untuk satu keluarga. Dalilnya ialah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al-Anshari, bagaimana kurban pada masa Rasulullah saw.” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan dagingnya dan memberikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi; shahih)
Lantas bagaimana bila seseorang beristri dua? Apakah boleh berkurban hanya seekor kambing saja, misalnya?
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata, “Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, satu kambing sah untuk kurban satu orang beserta keluarganya walau jumlah mereka banyak.”
Asy-Syaukani mengatakan, “Yang benar, kurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” Beliau sebutkan hal ini dalam Nailul Authar.
Syaikh Utsaimin berkata, “Kolektif dalam pahala kurban tidaklah terbatas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban untuk seluruh umatnya. Ada juga seseorang (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang berkurban dengan satu kambing untuk dirinya beserta keluarganya walau jumlahnya 100.”
Lajnah Daimah ditanya, “Ada keluarga terdiri dari 22 anggota. Mereka tinggal di satu rumah dan yang beri nafkah pun satu orang. Di hari Idul Adha yang penuh berkah, mereka berencana berkurban satu hewan kurban. Apakah seperti ini sah atau mesti dengan dua kurban?”
Jawaban para ulama yang duduk di Lajnah, “Jika anggota keluarga banyak dan berada dalam satu rumah, maka boleh saja berqurban dengan satu qurban. Akan tetapi jika bisa berqurban lebih dari satu, itu lebih afdhal.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 11: 408).
Mungkin saja masih ada pertanyaan, maksud kata “banyak” di pernyataan para ulama di atas ialah banyak anak atau termasuk istri lebih dari satu?
Jawabannya ialah bisa kedua-duanya. Teladannya ialah perbuatan Nabi saw. Beliau pernah menyembelih satu kambing dengan niat untuk keluarga beliau. Diriwayatkan dari Anas, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor, seraya berkata:
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ مُحَمَّدٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، وَقَرَّبَ الآخَرُ فَقَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ عَمَّنْ وَحَّدَكَ مِنْ أُمَّتِي
‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari Muhammad dan keluarganya.’ Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata, ‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari siapa saja yang mentauhidkan-Mu dari kalangan umatku.”
Dengan demikian, seorang Muslim beristri dua sah berkurban satu kambing saja. Tetapi bila mampu menyembelih lebih dari seekor kambing maka ini lebih utama. [Ibnu Yaman]
Ibadah kurban adalah bagian dari syariat Islam yang sangat utama. Muslim yang memiliki kemampuan sangat dianjurkan berkurban. Bahkan, ulama membolehkan bagi yang tidak memiliki uang untuk berhutang dahulu agar bisa berkurban. Asal saja ada kemampuan untuk membayarnya.
Namun, Islam adalah agama yang tidak memberatkan pemeluknya. Salah satu wujudnya ialah membolehkan berkurban seekor hewan kurban untuk satu keluarga. Dalilnya ialah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al-Anshari, bagaimana kurban pada masa Rasulullah saw.” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan dagingnya dan memberikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi; shahih)
Lantas bagaimana bila seseorang beristri dua? Apakah boleh berkurban hanya seekor kambing saja, misalnya?
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata, “Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, satu kambing sah untuk kurban satu orang beserta keluarganya walau jumlah mereka banyak.”
Asy-Syaukani mengatakan, “Yang benar, kurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” Beliau sebutkan hal ini dalam Nailul Authar.
Syaikh Utsaimin berkata, “Kolektif dalam pahala kurban tidaklah terbatas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkurban untuk seluruh umatnya. Ada juga seseorang (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang berkurban dengan satu kambing untuk dirinya beserta keluarganya walau jumlahnya 100.”
Lajnah Daimah ditanya, “Ada keluarga terdiri dari 22 anggota. Mereka tinggal di satu rumah dan yang beri nafkah pun satu orang. Di hari Idul Adha yang penuh berkah, mereka berencana berkurban satu hewan kurban. Apakah seperti ini sah atau mesti dengan dua kurban?”
Jawaban para ulama yang duduk di Lajnah, “Jika anggota keluarga banyak dan berada dalam satu rumah, maka boleh saja berqurban dengan satu qurban. Akan tetapi jika bisa berqurban lebih dari satu, itu lebih afdhal.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 11: 408).
Mungkin saja masih ada pertanyaan, maksud kata “banyak” di pernyataan para ulama di atas ialah banyak anak atau termasuk istri lebih dari satu?
Jawabannya ialah bisa kedua-duanya. Teladannya ialah perbuatan Nabi saw. Beliau pernah menyembelih satu kambing dengan niat untuk keluarga beliau. Diriwayatkan dari Anas, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor, seraya berkata:
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ مُحَمَّدٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، وَقَرَّبَ الآخَرُ فَقَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ عَمَّنْ وَحَّدَكَ مِنْ أُمَّتِي
‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari Muhammad dan keluarganya.’ Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata, ‘Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu, kurban ini dari siapa saja yang mentauhidkan-Mu dari kalangan umatku.”
Dengan demikian, seorang Muslim beristri dua sah berkurban satu kambing saja. Tetapi bila mampu menyembelih lebih dari seekor kambing maka ini lebih utama. [Ibnu Yaman]