Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
6. MUNCULNYA BERBAGAI MACAM FITNAH
D. PERANG SHIFFIN
Di antara fitnah yang terjadi antara para Sahabat Radhiyallahu anhum selain perang Jamal adalah apa yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّـى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ، يَكُـونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ، دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ.
“Tidak akan terjadi hari Kiamat sehingga dua kelompok besar berperang, di antara keduanya terjadi peperangan yang sangat besar, padahal seruan (dakwah) mereka itu sama.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim][1]
Dua kelompok itu adalah kelompok ‘Ali dengan orang-orang yang bersamanya dan kelompok Mu’awiyah dengan orang-orang yang bersamanya, sebagaimana diungkapkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari.[2]
Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang jayyid, dari Zaid bin Wahb, dia berkata, “Saat itu aku bersama Hudzaifah, lalu beliau berkata, ‘Bagaimanakah kalian sementara penduduk agama kalian saling memerangi?’ Mereka berkata, ‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau menjawab, ‘Lihatlah golongan yang mengajak kepada perintah ‘Ali, lalu pegang teguhlah! Karena sesungguhnya kelompok tersebut ada di atas kebenaran.’”[3]
Telah terjadi peperangan antara dua kelompok pada sebuah tempat yang terkenal, yaitu Shiffin [4], pada bulan Dzul Hijjah, tahun ke-36 Hijriyyah. Jumlah kelompok tersebut lebih dari tujuh puluh pasukan besar. Pada peperangan tersebut gugur sebanyak tujuh puluh ribu orang dari dua pasukan tersebut.”[5]
Peperangan yang terjadi antara ‘Ali dan Mu’awiyah sebenarnya tidak diinginkan oleh salah seorang dari keduanya. Akan tetapi di dalam dua pasukan tersebut terdapat para pengikut hawa nafsu yang mendominasi dan selalu berusaha untuk melakukan peperangan. Hal inilah yang menyebabkan berkecamuknya peperangan dan keluarnya perkara dari kekuasaan (kendali) ‘Ali juga Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Kebanyakan orang-orang yang memilih peperangan di antara dua kelompok bukanlah orang-orang yang taat kepada ‘Ali, tidak juga kepada Mu’awiyah. Sebelumnya ‘Ali juga Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma berusaha mencegah agar tidak terjadi pertumpahan darah, akan tetapi keduanya tidak mampu menahannya. Sementara jika fitnah telah menyala, maka orang-orang bijak pun tidak akan mampu memadamkan apinya.
Di antara pasukan itu ada orang-orang semisal al-Asytar an-Nakha’i [6] , Hasyim bin ‘Atabah, al-Mirqal [7] , ‘Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid [8], Abul A’war as-Sulami [9] dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang mendorong untuk dilakukannya peperangan. Satu kelompok membela ‘Utsman secara mati-matian, kelompok lain meninggalkan ‘Utsman. Satu kelompok membela ‘Ali dan kelompok lain lari dari ‘Ali. Peperangan para pengikut Mu’awiyah sebenarnya bukan karena semata-mata untuk Mu’awiyah, akan tetapi ada sebab-sebab lainnya.
Peperangan yang terjadi karena fitnah seperti peperangan kaum Jahiliyyah, tujuan dan keyakinan pelakunya tidak beraturan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh az-Zuhri, “Telah terjadi fitnah sedangkan para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih berjumlah banyak. Mereka sepakat bahwasanya setiap darah, harta dan kehormatan yang tertimpa musibah dengan sebab mentakwil al-Qur-an adalah kesia-siaan. Para Sahabat mendudukkan mereka sendiri seperti kedudukan Jahiliyah.”[10]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab (tanpa bab) (XIII/8, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/12-13, Syarh an-Nawawi).
[2]. Fat-hul Baari (XIII/85).
[3]. Fat-hul Baari (XIII/85).
[4]. Shiffin adalah sebuah tempat di tepi sungai Efrat dari arah barat daya, dekat dengan ar-Riqqah, akhir perbatasan Irak dan awal negeri Syam.
Lihat Mu’jamul Buldaan (III/414), dan ta’liq Muhibbuddin al-Khatib terhadap kitab al’Awashiim (hal. 162).
[5]. Kitab Fat-hul Baari (XIII/86) dan Mu’jamul Buldaan (XIII/414-415).
[6]. Dia adalah Malik bin al-Harits bin ‘Abdi Yaghuts bin Maslamah an-Nakha’i al-Kufi yang terkenal dengan sebutan al-Asytar, mengalami zaman Jahiliyyah dan meriwayatkan hadits dari ‘Umar juga ‘Ali, ia adalah pengikut ‘Ali Radhiyallahu anhu. Ikut dalam peperangan Jamal, Shiffin dan peperangan yang lainnya. Dikatakan bahwa dia pun ikut dalam perang Yarmuk. Dia adalah kepala kaumnya, dia adalah orang yang berusaha menimbulkan fitnah dan merencanakan siasat atas ‘Utsman. Pernah menjadi gubernur di Mesir dan wafat ketika berjalan menuju ke sana pada tahun 37 H.
Lihat biografinya dalam kitab Tahdziibut Tahdziib (X/11-12), al-A’laam (V/ 259).
[7]. Hasyim bin ‘Atabah bin Abi Waqqash az-Zuhri, dikenal dengan nama al-Mirqal. Dia adalah komandan ‘Ali pada perang Shiffin. Lahir ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup, ada yang mengatakan bahwa dia termasuk Sahabat, dan terbunuh pada perang Shiffin, dan dia adalah seorang pemberani.
Lihat biografinya dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa' (III/486), Syadzaraatudz Dzahab (I/46), dan al-A’laam (VIII/66).
[8]. ‘Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid, salah seorang yang dermawan. Dia adalah pembawa bendera Mu’awiyah pada perang Shiffin, meninggal tahun 46 H rahimahullah. Lihat biografinya dalam kitab Syadzaraatudz Dzahab (I/55).
[9]. Dia adalah ‘Amr bin Sufyan bin ‘Abd Syams bin Sa’ad adz-Dzakwani as-Sulami, yang terkenal dengan kun-yahnya. Ibnu Hajar menukil dari ‘Abbas ad-Dauri bahwasanya Yahya bin Ma’in berkata, “Abul A’war as-Sulami adalah seseorang dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersama Mu’awiyah.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari bapaknya, “Sesungguhnya Abul A’war mengalami masa Jahiliyyah dan bukan merupakan seorang Sahabat, pernah ikut perang Qubrush pada tahun 26 H, dan dia memiliki kedudukan pada perang Shiffin bersama Mu’awiyah.
Lihat al-Ishaabah (II/540-541) dan catatan pinggirnya al-Muntaqaa’ min Man-haajil I’tidal (hal. 264), karya adz-Dzahabi tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibuddin al-Khatib.
[10]. Minhaajus Sunnah, karya Ibnu Taimiyyah (II/224).