Oleh Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn
Marilah kita selalu memelihara ketakwaan kepada Allah Ta'ala, dan marilah kita selalu berusaha menjaga shalat, baik shalat yang wajib maupun yang sunnah. Dengan demikian, semoga kita menjadi hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang taat mengerjakannya. Karena kita mengetahui, shalat merupakan tiang agama. Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Oleh karenanya, orang yang tidak mau melaksanakan shalat, seolah ia tidak beragama dan tidak memiliki bagian yang dapat diharapkan dalam Islam.
Menegakkan shalat merupakan manifestasi keimanan seseorang. Sebaliknya, meninggalkan shalat merupakan bukti yang nyata kekufuran seseorang. Barang siapa menjaga shalatnya, maka ia akan memiliki cahaya di hatinya, cahaya di wajahnya, cahaya di alam kuburnya dan cahaya tatkala dibangkitkan dari kuburnya. Ia akan mendapatkan keberuntungan pada hari kiamat, dan iapun akan dikumpulkan bersama orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan para nabi, shiddiqîn, para syuhada’ dan orang-orang shalih.
Ketahuilah, pertama kali amal yang akan dihisab oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat kelak ialah shalat. Apabila shalat kita baik, maka baiklah seluruh amalan kita. Akan tetapi, apabila shalat kita rusak, maka rusaklah seluruh amalan kita.
Oleh karena itu, janganlah menunda-nunda dalam mendirikan shalat, apalagi tatkala kita mempunyai kelonggaran. Ingatlah selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika waktu luang, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengingat kita saat dalam kesempitan. Barangsiapa melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Allah Subhanahu wa Ta’ala juga akan melupakannya. Barangsiapa menyia-nyiakan urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Allah juga akan menyia-nyiakan urusan orang tersebut.
Adakah di antara kita yang merasa aman dan merasa masih jauh dari kematian, sehingga ia berkata ”nanti saja untuk bertaubat”. Yaitu, setelah merasa dekat dengan kematian, barulah bertaubat dan melaksanakan shalat?! Padahal setiap hari kita selalu khawatir apabila sewaktu-waktu kematian datang menjemput, pagi atau sore. Maut akan datang tiba-tiba, sementara kita tidak menyadarinya.
Lalu, setelah kematian, apa yang akan terjadi? Sungguh, tidak ada lagi kesempatan untuk beramal. Yang ada hanyalah pemberian pembalasan terhadap setiap perbuatan yang telah kita kerjakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. [al-Zalzalah/99:6-7]
Oleh karena itu sepantasnya kita segera bertaubat, mentaati perintah-perintah Allan dan menjauhi larangan-laranganNya.
Salah satu kewajiban dalam mengerjakan shalat, ialah melaksanakannya di masjid dengan berjama'ah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. [al-Baqarah/2:43]
Inilah jalan yang telah ditempuh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama 'Abdullah bin Mas’ud pernah berkata:
"Barang siapa yang senang bertemu dengan Allah Ta'ala sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat ditempat yang diperintahkan. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan jalan petunjuk kepada nabi kalian. Dan sesungguhnya shalat-shalat itu termasuk di antara jalan petunjuk. Seandainya kalian shalat di rumah sendiri-sendiri sebagaimana shalatnya orang-orang yang menyimpang, tentu kalian akan meninggalkan sunah nabimu. Dan seandainya kalian meninggalkan sunah nabimu, tentu kalian akan tersesat.
Seseorang yang berwudhu dan membaguskan wudhunya kemudian ia pergi ke masjid, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menuliskan setiap langkahnya dengan satu kebaikan yang akan mengangkat derajatnya. Dengan langkah itu pula, akan dihapus satu kejelekannya. Dan saya perhatikan, tidaklah ada yang meniggalkan ini kecuali orang-orang munafik yang telah jelas kemunafikannya atau orang yang sedang sakit. Sungguh, di antara mereka (para sahabat) ada seorang laki-laki yang mendatangi shalat berjamaah dengan dipapah oleh dua orang, sehingga ia pun bisa berada di tengah-tengah shaf”.
Melaksanakan shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi. Orang yang mengerjakan shalat bersama jamaah, berarti ia telah menunaikan kewajiban yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Sedangkan orang yang tidak shalat berjamaah tanpa adanya faktor atau udzur yang dibenarkan syariat, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah Ta'ala dan telah membahayakan dirinya sendiri. Sebagian ulama mengatakan, barang siapa meninggalkan shalat berjamaah tanpa udzur, maka shalatnya tidak sah. Demikian juga dikatakan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dari riwayat Imam Ahmad.
Barang siapa menunaikan shalat dengan berjamaah, sungguh ia telah mengumpulkan pahala. Karena shalat dengan berjamaah itu lebih utama dari pada shalat sendiri, pahalanya 27 derajat dibandingkan shalat sendiri. Barang siapa yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa adanya udzur, tetapi hanya karena malas atau lalai, maka hal ini termasuk perbuatan dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifatinya seperti orang-orang munafik:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali [an-Nisâ`/4:142]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang mereka:
أَثْقَلُ الصَّلاَةِ عَلَى الْمُنَافِقِيْنَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِيْهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ الْعِشَاءَ
Shalat paling berat atas kaum munafikin ialah shalat 'Isya' dan shalat Subuh. Seandainya mereka mengetahui keutamaan pada kedua shalat itu, niscaya mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Demi Dzat, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka akan memperoleh tulang (dari kambing) yang gemuk atau daging yang terletak diantara dua kuku yang bagus, niscaya ia akan mendatangi shalat Isya` (karena tujuan itu).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan, seandainya orang-orang yang tidak mengikuti shalat berjamaah ini tahu bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dunia yang hina ini, tentu dia akan mendatanginya. Sungguh, kebanyakan dari orang-orang munafik yang tidak mengikuti shalat berjamaah itu, seandainya mereka memiliki kepentingan dari urusan-urusan dunia pada waktu Subuh, tentu kita akan mendapatinya sangat bersemangat dan tidak pernah terlambat.
Disamping itu, shalat berjamaah juga akan lebih menumbuhkan semangat, lebih tuma’ninah, menghilangkan sifat malas dan sifat tergesa-gesa, serta menghindari keterlambatan mengerjakan shalat di luar waktunya. Shalat dengan berjamaah, juga akan menumbuhkan rasa solidaritas dan kecintaan sesama kaum muslimin, menyemarakkan masjid dan menampakkan syiar Islam. Shalat dengan berjamaah dapat berfungsi menjadi sarana pengajaran untuk orang-orang yang belum mengetahui, pengingat bagi yang lupa, dan banyak lagi kemashlahatan-kemashlahatan lainnya.
Tidak bisa dibayangkan apabila Allah Ta'ala tidak mensyariatkan shalat berjamaah, apakah yang terjadi dengan umat Islam?
Umat Islam akan bercerai-berai, masjid-masjid terkunci, dan tidak ada syiar jama'ah yang bisa dilihat. Oleh karena itu, di antara hikmah dan rahmat dari Allah Ta'ala bagi umat Islam ini, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan shalat berjamaah bagi kaum muslimin. Maka marilah kita bersyukur kepada Allah dengan nikmat ini. Yakni dengan cara menunaikan kewajiban shalat secara berjamaah. Hendaklah kita merasa malu kepada Allah Ta'ala, tatkala melihat diri kita tidak termasuk dari golongan orang-orang yang melaksanakan perintah-Nya. Begitu pula, hendaklah kita takut terhadap hukuman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , tatkala melihat diri kita bersama dengan orang-orang yang melanggar larangan-Nya.
Kita memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala supaya dimudahkan dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah kepada-Nya.
Setelah mengetahui pentingnya shalat, maka kita perlu bertanya, mengapa masih ada di antara kita yang menyia-nyiakan shalat? Bahkan merasa berat melakukannya secara berjamaah? Padahal shalat merupakan sarana penghubung antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Apabila tidak ada penghubung, bagaimana seseorang dapat beribadah kepada-Nya, mencintai-Nya dan merendahkan diri di hadapan-Nya?
Bukankah suatu kerugian jika seseorang mendengar seruan dunia dan perhisannya, ia pun segera menyambutnya. Tetapi sebaliknya, tatkala mendengar seruan Allah “hayya 'alash-shalâh… hayya 'alal-falâh", ia merasa berat dan berpaling darinya.
Oleh karena itu, saatnya kita memulai untuk memperhatikan pelaksanaan shalat ini, dan melakukannya secara berjamaah di masjid. Sehingga kita akan merasakan kenikmatannya.
(Diangkat oleh Ustadz Abu Maryam, dari kitab Dhiyâ`ul Lâmi’, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn, halaman 404 – 406)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII/1429/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]